Kisah Asal Muasal Parafu Waro Desa Raba Kecamatan Wawo Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat

Kisah Asal Muasal Parafu Waro Desa Raba Kecamatan Wawo
Kabupaten Bima
Nusa Tenggara Barat
Oleh : Aminullah



Desa Raba Adalah salah satu desa yang bearda di ujung timur Kecamatan Wawo Kabupaten Bima, NTB yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Sape yang merupakan batas wilayah NTB paling timur. Asal usul sebuah wilayah tentunya tidak terlepas dari adanya sejarah dan peninggalannya menjadi bukti adanya sejarah tersebut.
Salah satu cerita yang melegenda di masyarakat Raba pada khususnya dan Bima pada umumnya, adalah cerita Parafu Waro. Parafu bearti tempat memuja , sedangkan Waro berarti nenek moyang, sehingga Parafu Waro berarti tempat dimana diberikan sesembahan terhadap leluhur. Kata parafu awalnya dipakai oleh masyarakt bima pada zaman Naka untuk ditujukan kepada sesembahan mereka.
Asal mula cerita Parafu Waro adalah berawal dari kisah seorang yang bernama Ahmad yang pada saat itu tengah dilanda masalah keluarga. Ahmad menghamili istri saudaranya sendiri sehingga merasa malu dan masyarakat yang lainpun menganggap sebagai aib yang harus di singkirkan. Warga mulai bertanya-tanya tentang kehamilan itu, sedangkan suaminya sudah lama meninggal.
Karena merasa resah dengan cemoohan warga yang semakin hari semakin menjadi-jadi, Ahmad memutuskan untuk menyembunyikan diri, persembunyian ini dilakukan karena merasa malu dengan tingkah warga. Berhari-hari melakukan berjalanan demi mencari tempat untuk melakukan persembunyian.
Suatu ketika,  Ahmad ingin memulai perjalanannya. Melewati semak belukar di tengah rindangnya Doro Wawo (Doro Wawo), perjalanan ini tidak ada satupun warga yang mengetahuinya.
Berhari – hari melakukan perjalan, sampai menemukan sebuah tempat yang dianggap aman, tempat itu tepatnya sekarang diujung pemukiman Warga Desa Raba, nama tempat itu adalah Oi Kanahi. Tempat ini berupa sebuah lubang mata air, yang airnya tidak bias hilang walaupun musim kemarau yang  panjang dan tidak bias penuh walaupun hujan turun dengan deras sekali. Tempat ini dirasa kurang aman oleh Ahmad Karena terlalu dekat dengan jalan, sehingga memungkinkan warga dapat menemukannya. Dia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.
Foto by Sirajudin Ncuhi Kliwu
Gambar 1. Lubang mata air Oi Kanahi, air yang dipercaya tidak bisa penuh walupun hujan deras dan tidak bisa kering walupun musim kemarau panjang


Berhari-hari melakukan perjalan, tidak kenal lelah, bahkan panas dan dingin yang menjadi teman dalam melakukan perjalanan. Sempai di sebuah tempat dimana dia merasakan tubuhnya sudah tidak kuat lagi, dia melakukan istitirahat sejenak untuk melepaskan kelelahan. Mencicipi bekal yang dibawanya. Kata “Kalembo ade mu Sarumbu (Sabarlah Tubuhku)sempat keluar dari mulutnya untuk memberi semangat pada tubuh yang lelah itu, sehingga masyarakat Raba mengabadikan tempat itu dengan member nama Kalate Lembo (Kalate = batu besar ; Lembo = sesuai dengan ucapan semangat yang dilontarkan).
Foto by Sirajudin Ncuhi Kliwu


Gambar 2. Kalate Lembo
Malam mulai larut, perjalanan dimulai kembali setelah rasa lelah mulai hilang, sehinnga sampaiah pada suatu tepat yang akrab di sebut dengan Oi Miro (Oi = Air ; Miro = Rotan). Dinamai Oi Miro karena pada saat itu dia menusuk – nusukan batang rotan pada tanah sehingga keluarlah air dan menjadi mata air. Sampai sekarang mata air ini menjadi pusat pemandian bagi masyarakat yang memiliki persawahan disekitar lokasi tersebut. Tempat ini dulunya dianggap kurang aman untuk bersembunyi, karena disamping dekat dengan jalan juga dikira jauh dari sungai.
                                                                    Foto by Sirajudin Ncuhi Kliwu
Gambar 3. Mata Air Oi Miro, sudah sirehab untuk keperluan pemandian.
 Karena ditempat ini dirasa kurang aman Ahmad memutuskan melakukan perjalan kembali, langkah demi langkah rasa lelah juga terus mengikuti, sampai pada suatu  tempat yang disebut Oi Lo, tempat itupun dirasa kurang aman, sehingga melanjutkan perjalanan menjadi keputusan,  perjalanan menuju Wadu Hapi (Batu Apit), dan istirahat dibawah pohon (Sambi Sanawa) Sanawa= istirahat, tempat itupun dirasa kurang tepat karena terlalu jauh dari sungai. Sehingga akhir dari perjalanannya adalah disebuah tempat dimana tempat itu dekat dengan sungai. Disanalah tempat dia menghilang dan sampai saat ini orang menyebut tempat itu sebagai parafu waro. Tempat ini ditandai dengan kumpulan bebatuan yang unkuranya tidak terlalu kecil. Menurut warga sekitar bat-batu ini ada yang berbentuk kapak, cangkul, paarang dan sebagainya.
                                                                    Foto by Sirajudin Ncuhi Kliwu
Gambar 3. Parafu waro

Comments

Popular posts from this blog

BELAJAR BAHASA BIMA (TANA’O NGGAHI MBOJO)

KAMUS BAHASA BIMA