Bima Punya Cerita
UNTU
oleh
Aminullah, S.Pd
|
Era
tahun 90-an adalah era dimana peradaban masyarakat Indonesia masih sangat
tradisional, khususnya di daerah-daerah bagian timur sampai ke tenggara
Indonesia. Masyarakat pada umumnya masih sangat sederhana dalam hal apapun,
mulai dari pakaian keseharian hingga proses dan upacara adat istiadat.
Masyarakat cenderung menggunakan hal-hal yang sederhana untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari. Dibidang pertanian contohnya, masyarakat umumnya
menggunakan sapi, kerbau atau kuda untuk mengolah lahan pertanian. Pengangkutan
hasil pertanianpun masih menggunakan tenaga manusia. Hal ini disebabkan akses
jalan menuju lahan pertanian sangat sulit dilewati oleh alat transportasi.
Desa
Raba Kecamatan Wawo adalah salah satu daerah di Kabupaten Bima yang merupakan
salah satu dari sekian banyak daerah yang peradabannya masih sangat
tradisional. Dalam hal ini anak-anak lebih cendrung memilih membuat mainan
mereka sendiri menggunakan bahan yang mudah didapatkan di sekitar mereka.
Contohnya membuat senjata mainan dari bambu, baling-baling angin dari pelepah
bambu, kuda-kudaan dari batang daun pisang, dan masih banyak yang lainya.
Tidak hanya itu, alat untuk memasak nasi di dapur buat ibu rumah tangga masih
menggunakan kayu kering yang mudah didapat disekitar pemukiman. Penjualpun
masih menggunakan sistim barter yang dalam bahasa bima disebut cempe yaitu
menukar barang dagangannya dengan barang milik warga, bisa dengan beras,
jagung, gandum, dan sebagainya.
Waktu pagi satu jam sebelum keluar ke kebun atau beraktifitas lain adalah momentum bagi masyarakat Desa Raba untuk berkumpul bersama tetangga. Untuk mengisi waktu itu, kebiasaan mereka adalah menyangrai jangung, kali ini tidak menggunakan wajan sebagi wadahnya, tetapi menggunakan bekas tumbukan kulit padi (saroe) yang dibakar. Masyarakat Raba menyebut hal demikian dengan karaba jago. Tumpukan kulit padi yang sudah dukumpukan di sebut untu. Biasanya mereka memilih terlebih dahulu tempat masing-masing sebelum untu itu dibakar, dan tempat itu tidak bisa diganggu oleh siapapun. Rasa jagung itu sangat enak dan berbeda sekali dengan jagung yang digoreng dengan menggunakan wajan. Tidak hanya menggunakan saroe serbuk kayu bekas penggergajian pun bisa dipakai untuk membuat untu. Tidak hanya jagung, ubi jalar dan singkong tidak kalah enak dari jagung bila masak pada untu. Momen ini tidak hanya buat anak-anak ibu-ibu pun tidak mau ketinggalan momen ini. Baru setelah itu mereka siap menjalankan aktifitas mereka masing-masing.
Seiring
dengan perkembangan zaman dan majunya peradaban tekhnologi, lamabt laun untu mulai jarang kita
temukan bahkan sudah tidak ada lagi. Salah satu faktor penyebabnya adalah mulai
punahnya menumbuk padi dengan cara manual yaitu menggunakan kayu (nocu atau
kandei dan aru).
Comments
Post a Comment